Racun tikus, racun tikus.” Kalimat itu terdengar lantang melalui alat pengeras suara sangat dikenal warga di Kota Palembang.
Suara itu milik Raden Muhammad Dencik (39), yang sering dipanggil Pak Den. Pekerjaan Pak Den adalah berdagang alat pembasmi tikus, seperti racun, jebakan, dan lem tikus. Setiap hari Pak Den melewati jalan-jalan utama di kota itu dan masuk keluar kampung untuk menjajakan dagangannya.
Barang dagangan itu diletakkan dalam sepeda yang dimodifikasi sehingga memiliki empat roda. Satu roda di depan dan tiga roda di belakang, serta memiliki atap. Sepeda itu dilengkapi alat pengeras suara dan aki sebagai sumber tenaga listrik. Supaya lebih meriah, sepeda dipasangi lampu sirene warna merah dan kuning.
Di bagian belakang sepeda ada ban dan pelek cadangan. Kata Pak Den, itu untuk antisipasi kalau ban pecah atau pelek bengkok. Penampilan Pak Den juga unik. Ia selalu memakai helm warna putih dengan tulisan RCN TKS (singkatan dari racun tikus), sepatu bot karet hitam, dan sarung tangan hitam.
Biasanya orang akan tersenyum melihat cara Pak Den menjajakan dagangannya yang tidak lazim. Namun, dagangan itu laris manis karena tidak lazim dan tidak memiliki saingan.
Saat ditemui Kompas di rumahnya di Jalan Perintis Kemerdekaan, Lorong Wiraguna, Palembang, Sabtu (16/10) siang, Pak Den sedang bersiap mengayuh sepedanya keliling Palembang.
”Setiap hari Senin sampai Sabtu saya jualan keliling Palembang. Hari Senin dan Selasa ke daerah Perumnas Kenten, Rabu ke Kertapati, Kamis ke Musi II, Jumat ke Plaju, Sabtu kembali ke Perumnas Kenten,” kata suami Marfiah (32) itu.
Setiap hari dia bekerja mulai pukul 13.00 hingga pukul 20.00, bahkan kadang sampai pukul 21.00. Berarti setiap hari ia sudah menempuh jarak puluhan kilometer dengan mengayuh sepeda. Itu sebabnya banyak warga Palembang akrab dengan suaranya.
Dia mengaku mulai berjualan racun tikus sejak tahun 2006 di Pasar 16 Ilir. Saat itu ia berjalan kaki sambil menenteng pengeras suara. Tahun 2007 Pak Den bisa membeli sepeda dari hasil berjualan racun tikus.
”Kenapa saya memilih berjualan racun tikus? Karena di mana-mana pasti banyak tikus. Saya pernah berjualan permen di kereta api jurusan Lampung dan Lubuk Linggau, tetapi tidak sukses,” kata ayah dari RA Amina Zuria (16), RM Mustofa (10), dan RM Kasirun Nawal (3).
Lelaki yang hanya tamatan sekolah dasar ini mengaku hasil penjualannya mencapai Rp 50.000-Rp 200.000 per hari, bahkan kadang mencapai Rp 500.000.
Bagi dia, berjualan racun tikus dengan mengayuh sepeda juga bermanfaat bagi kesehatan. Hingga kini dirinya tak pernah sakit. Sejumlah perusahaan farmasi dan otomotif menawarinya jadi tenaga penjual, tetapi dia tetap pilih racun tikus. (WAD)
Suara itu milik Raden Muhammad Dencik (39), yang sering dipanggil Pak Den. Pekerjaan Pak Den adalah berdagang alat pembasmi tikus, seperti racun, jebakan, dan lem tikus. Setiap hari Pak Den melewati jalan-jalan utama di kota itu dan masuk keluar kampung untuk menjajakan dagangannya.
Barang dagangan itu diletakkan dalam sepeda yang dimodifikasi sehingga memiliki empat roda. Satu roda di depan dan tiga roda di belakang, serta memiliki atap. Sepeda itu dilengkapi alat pengeras suara dan aki sebagai sumber tenaga listrik. Supaya lebih meriah, sepeda dipasangi lampu sirene warna merah dan kuning.
Di bagian belakang sepeda ada ban dan pelek cadangan. Kata Pak Den, itu untuk antisipasi kalau ban pecah atau pelek bengkok. Penampilan Pak Den juga unik. Ia selalu memakai helm warna putih dengan tulisan RCN TKS (singkatan dari racun tikus), sepatu bot karet hitam, dan sarung tangan hitam.
Biasanya orang akan tersenyum melihat cara Pak Den menjajakan dagangannya yang tidak lazim. Namun, dagangan itu laris manis karena tidak lazim dan tidak memiliki saingan.
Saat ditemui Kompas di rumahnya di Jalan Perintis Kemerdekaan, Lorong Wiraguna, Palembang, Sabtu (16/10) siang, Pak Den sedang bersiap mengayuh sepedanya keliling Palembang.
”Setiap hari Senin sampai Sabtu saya jualan keliling Palembang. Hari Senin dan Selasa ke daerah Perumnas Kenten, Rabu ke Kertapati, Kamis ke Musi II, Jumat ke Plaju, Sabtu kembali ke Perumnas Kenten,” kata suami Marfiah (32) itu.
Setiap hari dia bekerja mulai pukul 13.00 hingga pukul 20.00, bahkan kadang sampai pukul 21.00. Berarti setiap hari ia sudah menempuh jarak puluhan kilometer dengan mengayuh sepeda. Itu sebabnya banyak warga Palembang akrab dengan suaranya.
Dia mengaku mulai berjualan racun tikus sejak tahun 2006 di Pasar 16 Ilir. Saat itu ia berjalan kaki sambil menenteng pengeras suara. Tahun 2007 Pak Den bisa membeli sepeda dari hasil berjualan racun tikus.
”Kenapa saya memilih berjualan racun tikus? Karena di mana-mana pasti banyak tikus. Saya pernah berjualan permen di kereta api jurusan Lampung dan Lubuk Linggau, tetapi tidak sukses,” kata ayah dari RA Amina Zuria (16), RM Mustofa (10), dan RM Kasirun Nawal (3).
Lelaki yang hanya tamatan sekolah dasar ini mengaku hasil penjualannya mencapai Rp 50.000-Rp 200.000 per hari, bahkan kadang mencapai Rp 500.000.
Bagi dia, berjualan racun tikus dengan mengayuh sepeda juga bermanfaat bagi kesehatan. Hingga kini dirinya tak pernah sakit. Sejumlah perusahaan farmasi dan otomotif menawarinya jadi tenaga penjual, tetapi dia tetap pilih racun tikus. (WAD)